Tulungagung, jurnalmataraman.com – Kesenian Tradisional Tiban ini digelar di halaman Masjid An Nur, Desa Sukoharjo, Kecamatan Bandung, Tulungagung, pada (25/08) minggu siang hingga petang. Dengan diiringi musik tradisional, dua orang berlaga di atas panggung, bergantian menyabetkan cambuk yang terbuat dari puluhan helai lidi aren yang disatukan ke tubuh lawan.
Ketua panitia penyelenggara, Mohamad Hasbulloh Samidi, mengatakan Seni Tiban ini merupakan budaya tradisi masyarakat setempat, sebagai bentuk permohonan kepada tuhan agar segera diturunkan hujan.
Selain itu, kesenian yang cukup ekstrem ini digelar dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Kemerdekaan Ke 79 Republik Indonesia, dan sebagai upaya melestarikan tradisi budaya warisan leluhur.
Dalam pagelaran Kesenian Tiban kali ini, peserta yang datang tidak hanya penghobi Tiban dari Tulungagung saja. Ratusan pegiat Seni Tiban dari Trenggalek dan Blitar, turut meramaikan pagelaran seni yang cukup ekstrem ini.
“Kegiatan pada siang hari ini tujuannya meminta pertolongan dari Allah SWT terkait adanya musim kemarau ini sudah menjadi tradisi kami, Dimana ada kemarau kami akan melaksanakan tradisi yang dinamakan Tiban sekaligus memperingati Hari Kemerdekaan Ke 79,” ujar Mohamad Hasbulloh Samidi Ketua Panitia Penyelenggara.
“Jadi kita mempertahankan kearifan lokal dan kita menjunjung tinggi mahkota kearifan lokal karena, Tiban ini penuh dengan keakraban, kedamaian, dan keramahan sekaligus kita tidak pernah ada silang pendapat perbedaan warna kaos dalam organisasi apapun,” imbuhnya.
Salah seorang peserta Asal Trenggalek, Gondo Wardoyo, mengaku tidak ada syarat maupun ritual khusus ketika hendak berlaga dalam Tiban. Hanya dibutuhkan keberanian, serta kelincahan dalam menyabet maupun menangkis serangan lawan.
“Harapannya semoga Kesenian Tiban tetap Lestari, semoga di beberapa wilayah sering mengadakan event seperti ini karena event ini kesenian yang mulai langka,” ujar Gondo Wardoyo Pegiat Seni Tiban.
Tidak ada istilah menang kalah dalam Tiban bagi seorang pemain Tiban, meski terlihat saling melukai saat berlaga, namun tidak ada dendam selepas permainan. Bagi mereka Seni Tiban adalah sarana menyambung silaturahmi dan persaudaraan. Sementara bekas luka yang diperoleh dalam tiban, akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka.(bon/frd)