
Tulungagung, Jurnalmataraman.com, Melambungnya harga kedelai selama berbulan-bulan memaksa para produsen tempe dan tahu di Tulungagung mengurangi ukuran agar tak merugi. Selain itu, pendapatan produsen tahu dan tempe juga mengalami penurunan hingga 50 persen.
Produsen Tahu asal Desa Bendo, Kecamatan Gondang, Miyanto mengatakan, kenaikan harga kedelai terjadi sejak November 2021 lalu. Dari harga Rp 9.800 per kilogram (kg) kini menjadi Rp 11.500 per kg. Hampir tiap harinya harga kedelai selalu naik Rp 200 per kg.
“Dengan adanya kenaikan harga kedelai otomatis produksi kami menurun. Bahkan kami juga mengurangi ukuran tahu sekitar 2 centimeter (cm),” tuturnya.
Namun upaya pengurangan ukuran tahu ternyata tidak dapat mengatasi persoalan produsen. Pasalnya, permintaan tahu dari pedagang juga mengalami penurunan. Karena para pedagang gorengan tahu memilih mengurangi pembelian tahu akibat harga minyak goreng juga naik.
“Ini seperti efek domino. Harga kedelai naik ditambah permintaan menurun akibat pedagang gorengan yang tertekan akibat harga minyak goreng tinggi,” ujarnya.
Miyanto mengungkapkan, kenaikan harga kedelai ini paling parah jika dibandingkan dengan beberapa tahun terakhir. Namun kenaikan kedelai sangat dirasa ketika pandemi Covid-19.
“Tahun lalu harga kedelai sampai Rp 10.000 per kg. Tabun ini malah lebih tinggi karena mencapai Rp 11.500 per kg,” ungkapnya.
Jika harga kedelai terus melambung produsen tahu akan ketar-ketir. Karena saat ini omsetnya juga mengalami penurunan. Jika pada hari biasa omsetnya dapat mencapai Rp 4-5 Juta. Namun saat ini omsetnya hanya Rp 2,5 Juta.
“Tetapi kami memilih tetap produksi dan tidak ikut mogok seperti yang terjadi di kota besar. Karena ketika kami mogok tentunya kami tidak mendapatkan pemasukan. Selain itu, produksi tahu ini juga satu-satu pendapatan masyarakat sekitar,” terangnya.
Miyanto menegaskan, jika harga kedelai terus melambung dan tidak ada tanda-tanda penurunan harag, dengan terpaksa pihaknya akan menaikan harga tahu miliknya. (mj/ham)