Kediri, jurnalmataraman.com. Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana mengapresiasi keberhasilan kelompok tani program pengembangan desa koorporasi sapi yang mampu mengolah limbah kotoran menjadi pupuk dan biogas. Hal ini dilakukan untuk menekan banyaknya limbah yang ditakutkan dapat mencemari lingkungan di sekitar kandang.
Pengolahan kotoran ini sudah mulai digalakkan kelima kelompok tani (poktan) yang menjalankan program pengembangan desa koorporasi sapi tersebut. Salah satunya adalah Kelompok Banjarsari, Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih yang sudah membuat biogas untuk gas kompor, lampu, hingga magic jar.
“Saya mengapresiasi keberhasilan teman-teman kelompok tani yang sudah dapat mengolah limbah kotoran menjadi biogas dan pupuk,” kata bupati yang kerap disapa Mas Dhito tersebut.
Meski demikian orang nomor satu di Kabupaten Kediri ini meminta kepada kelompok tani untuk terus berinovasi dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki.
Dari 200 sapi yang didapatkan tiap kelompok tani, terang Mas Dhito, memang harus ada kerja keras dan ide kreatif untuk mengatur segala aspek yang dimiliki. Selain mengolah limbah kotoran ini, kelompok tani juga diharapkan mampu membagi kerja di setiap unit sehingga dapat memanage sapi-sapi yang didapatkan agar lebih berkembang.
“Selain mengolah limbah, harus juga dipikirkan bagaimana mendapatkan off taker untuk hasil dari pengembangan desa koorporasi sapi,” tandasnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Tutik Purwaningsih mengatakan limbah terbesar dari budidaya sapi adalah kotoran. Pihaknya menyebutkan, tiap kandang komunal per-hari bisa mencapai 20-25 kilogram kotoran yang dihasilkan.
“Bisa dibayangkan dari ratusan sapi harus benar-benar difikirkan pengolahannya, seperti yang dikatakan oleh Mas Dhito. Sehingga tidak akan terjadi polusi di masyarakat sekitar,” kata Tutik.
Tutik menerangkan di koorporasi sapi ini sudah disediakan instalasi biogas. Sedangkan untuk limbah padat yang dihasilkan, lanjutnya, kelompok tani akan memproses limbah tersebut untuk diolah menjadi pupuk organik.
Menurutnya, selain memberikan pendampingan, Pemerintah Kabupaten juga memfasilitasi kelompok-kelompok tani di program pengembangan desa koorporasi sapi ini untuk mendapatkan pelatihan pemanfaatan limbah yang dihasilkan.
Tutik berharap, kedepannya limbah ini akan terus bisa diolah sehingga menjadi nilai tambah bagi peternak. Terlebih, hasil dari biogas ini dapat menunjang kegiatan mereka saat di kandang.
Sedangkan Ketua Kelompok Tani Banjarsari, Bahrul Basith menerangkan di kelompoknya telah terbagi menjadi beberapa unit kerja termasuk unit kerja pengolahan limbah.
“Kita (kelompok tani) ini dituntut untuk terus berinovasi mengolah limbah-limbah ini sehingga bisa menjadi berkah,” ujarnya.
Dari 17 anggota di kelompok, terang Basith, diterapkan sistem shifting sehingga lebih efisien. Namun ketika sapi-sapi ada yang dinyatakan bunting, pengecekan dilakukan lebih ekstra. Bahkan menurutnya, tiap dua jam sekali memastikan sapi-sapi bunting ini dalam keadaan baik.(rof)