Tulungagung, Jurnalmataraman.com, Banyak masyarakat terdampak bencana banjir dan tanah longsor berpikir bahwa hutan di daerah digunduli. Hingga akhirnya, ketika terjadi hujan dengan intensitas tinggi mengakibatkan banjir parah. Namun, pihak Perhutani menganggap ada oknum yang menghancurkan tanaman hutan.
Wakil Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blitar Agus Suryawan mengatakan, dampak penjarahan setelah reformasi hingga sekarang terjadi di hutan Kecamatan Campurdarat. Namun, pihaknya mengaku terus melakukan reboisasi tiap tahun setidaknya lebih dari 500 hektare (ha). Kendalanya, reboisasi itu tidak maksimal karena masyarakat mulai beralih untuk menanam jagung, bukan tanaman buah yang dapat menyerap banyak air.
“Banyak yang mengira hutan di Campurdarat gundul karena tanaman yang masih kecil rata-rata dicuri atau dirusak oleh oknum. Apalagi, tanaman polo pendem juga sudah tidak ada. Maka dari itu, kami melakukan reboisasi hingga sekarang,” ujarnya.
Namun sayangnya, pihak Perhutani tidak menindak pidana pelaku yang merusak tanaman di hutan. Itu lantaran usia tanaman yang dirusak masih muda dan jika diakumulasi nilainya tidak terlalu besar. Pihaknya tidak berani menindak pidana pelaku pencurian karena nilai kerugiannya tidak mencapai Rp 2,5 juta.Menurutnya, kondisi hutan yang berada di dekat Telaga Mburet masih dalam kondisi baik dan tidak ada yang dilakukan penebangan. Karena itu untuk penyerapan air dan menghindari bencana seperti banjir dan longsor. Bahkan, warga setempat ikut menjaga tanaman yang ada di hutan.
“Saya tidak memungkiri bahwa saat terjadi banjir warga menyalahkan lahan hutan yang berkurang. Namun, kami berharap ada warga yang mengubah pola tanam dengan menanam buah-buahan yang bisa membantu mencegah banjir,” terangnya.
Dia melanjutkan, kondisi tanaman jati di hutan Kecamatan Campurdarat tidak bisa berkembang lantaran petani yang memegang lahan pohon jati tidak terlalu merawat, apalagi hingga beberapa pohon jati yang masih muda dicuri.
Dia menganggap kegiatan reboisasi yang dilakukan setiap tahun dirasa percuma jika ada oknum yang merusak tanaman jati di hutan. Padahal, oknum itu telah diberikan izin untuk menanam palawija di lahan Perhutani.
Banjir yang terjadi di Kecamatan Campurdarat berasal dari hutan yang ada di bagian atas. Pohon-pohonnya kurang rapat. Namun, bila pohonnya rapat, maka bisa menahan aliran air sehingga tidak sampai mengalir ke bawah atau permukiman.
“Saya juga mendengar adanya longsor di daerah Jalur Lintas Selatan (JLS), tapi itu bukan daerah kami. Namun menurut saya, harusnya bila ditemui lahan hutan yang gundul, warga segera lapor. Apalagi, ada selokan di daerah bukit hingga membuat tanaman tidak bisa menyerap air secara maksimal,” pungkasnya.