Kediri, jurnalmataramnan.com – Keseharian Gundono dan istrinya, Sri Wahyuni, warga Desa Nambaan, Kecamatan Ngasem, Kediri, diwarnai dengan kesibukan mengolah bahan untuk produksi gula semut. Di kediaman mereka, pasangan ini memproduksi gula semut sebanyak 10 kwintal setiap bulan dengan cara pengolahan yang masih dilakukan secara manual.
Meskipun proses produksi dilakukan secara tradisional, produk gula semut buatan Sri Wahyuni mendapatkan respon positif dari konsumen. Tidak hanya di wilayah sekitar seperti Nganjuk, Tulungagung, dan Blitar, permintaan juga datang dari kota-kota besar seperti Bandung dan Manado.
Produk gula semut Sri Wahyuni sempat menarik perhatian pasar internasional. Permintaan datang dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Jepang. Namun, meski permintaan mencapai angka yang cukup besar, yakni 7 ton dalam seminggu, mereka terpaksa menolak karena terkendala dengan alat produksi yang terbatas serta permodalan yang belum memadai.

Sri Wahyuni mengungkapkan, untuk mencapai kemampuan produksi seperti saat ini, ia sempat mengikuti pelatihan secara mandiri di Yogyakarta. Dengan pelatihan tersebut, ia semakin tahu cara yang tepat dalam mengolah gula semut.
“Kita sudah memasarkan ke berbagai supermarket di Kabupaten Kediri kemudian merambat ke Tulungagung, Nganjuk, Blitar, dan juga Jombang, kalua yang lebih jauh lagi ke Bandung dan Manado, bahkan kita pernah dimintai ke Jepang meskipun hanya 10 pcs kemudian Malaysia 1 ton, pernah dapat orderan dalam satu minggu disuruh produksi 7 ton, mengingat kita ada kendala di alat kita belum bisa untuk kapasitas besar dan kita belum punya alat karena kita masih kerja manual,” ungkap Sri Wahyuni.
Produk gula semut miliknya dijual dengan harga Rp 20.000 per kemasan, dengan berat 250 gram. Meskipun masih menghadapi tantangan, Sri Wahyuni dan Gundono tetap bersemangat untuk terus mengembangkan usaha mereka dan memenuhi permintaan pasar.
Editor : Fikri Fadhlul A.
Ikuti WhatsApp Channel JTV Kediri dan dapatkan informasi terbaru dengan klik link berikut s.id/jtvkediriwa