Tulungagung, Jurnalmataraman.com, Puluhan warga Desa Karanganom, Kecamatan Kauman meluruk kantor desa dan meminta modin berinisal WYS untuk melepas jabatanya, (12/5). Alasanya, modin tersebut telah berbuat tidak etis serta mencoreng nama desa, karena diduga berselingkung dengan dua perempuan.
Berdasarkan pantauan Jurnalmataraman.com, sekitar 10.00 WIB hingga 14.00 WIB puluhan warga Desa Karanganom, Kecamatan Kauman melakukan aksi di kantor desa. Dalam asksinya, warga juga memasang banner bertulisan “Kaur Kesra tidak punya etika, apakah masih dipertahankan? Adanya gejolak bikin resah masyarakat. Pak Kepala Desa yang terhormat, apa perlu Kaur Kesra tersebut perlu diberi penghargaan?”.
Dalam aksi tersebut juga dilakukan mediasi antara perwakilan warga, modin yang bersangkutan beserta Muspika setempat. Namun, dalam mediasi tersebut tidak menemukan solusi, dikarenakan modin yang bersangkutan meminta waktu satu minggu untuk memberikan keputusan atas tuntutan warga, yang dimana meminta modin turun dari jabatannya. Namun, dari jawaban tersebut malah membuat warga semakin panas, dan membuat warga terpancing amarah dengan mengeluarkan kata-kata kotor.
Bahkan, petugas kepolisian langsung mengamankan modin tersebut dari kerumunan massa. Hal itu bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Salah satu warga, Latif Muhammad Aziz mengatakan, sebenarnya kasus ini sudah lama. Pada saat puasa kemarin, sudah ada protes dari tiap RT hingga akhrinya memberikan scorsing kepada modin tersebut untuk di non aktifkan dalam fungsinya.
“Pada intinya permasalahan ini adalah adanya kasus perselingkuhan modin dan dalam menjalankan tugas dinilai tidak cakap. Hal inilah yang memantik amarah warga, karena sudah mencoreng nama desa,” tuturnya.
Latif menjelaskan, berdasarkan yang fakta yang ditemukanya, modin itu berselingkuh dengan dua perempuan yang berasal dari Kecamatan Ngunut dan Kalidawir. Untuk perempuan yang berasal dari Kecamatan Ngunut merupkan janda anak satu dan sudah menikah secara siri selama enam tahun.
“Padahal modin itu sudah memiliki istri sah dan anak. Jadi perselingkuhan itu tidak diketahui oleh istrir sahnya,” jelasnya.
Latif mengungkapkan, dalam modusnya, modin mengaku sebagai pegawai Dinas PUPR Tulungagung. Kemungkinan dia berani mengaku sebagai pegawai Dinas PUPR, karena istri sahnya bekerja di Dinas PUPR Tulungagung. Bahkan ketika modin itu pergi ke rumah selingkuhannya, dia menggunakan mobil dinas milik istrinya.
“Kami sudah memiliki buktinya. Tapi dalam mediasi tadi sempat crowded dengan modin itu. Karena modin tidak mau turun dari jabatanya. Pokoknya, kami menuntut agar modin lepas jabatan. Apabila hari ini dia mau mundur, warga akan mengacungi jempol,” ungkapnya.
Selama aksi, pihaknya melakukan mediasi untuk mencari titik terang dengan saling beradu argumen. Bahkan dari warga tidak ada satupun yang menyentuh tubuh modin. Namun, pihaknya menyayangkan aparat kepolisan malah membawa modin keluar dari kantor desa.
“Apabila modin tidak melepas jabatan, maka kami akan datangkan massa lebih banyak. Bahkan kami siap untuk tidur di kantor desa agar tuntutan kami bisa terpenuhi,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Kauman, Rachmad Adhityo K menjelaskan, jadi aksi ini merupakan aspirasi dari warga yang meminta agar modin mundur dari jabatanya. Dari mediasi yang dilakukan, modin meminta waktu selama satu minggu untuk memberikan jawaban atas tuntutan warga. Namun dari warga tetap meminta agar modin mundur dari jabatanya hari ini juga.
“Jadi warga menilai modin sudah melanggar norma dan etika yang ada di Desa Karanganom,” ucapnya.
Rachmad menambahkan, berdasarkan hasil koordinasi dengan Inspektorat, untuk melepas jabatan modin memang harus dilakukan sesuai aturan. Perangkat desa bisa dihentikan karena meninggal dunia, pensiun atau yang bersangkutan mengundurkan diri.
Disisi lain, Kapolsek Kalangbret, AKP Siswanto mengungkapkan, bahwa keberadaan aparat gabungan dari kepolisian dan TNI bertujuan untuk pengamanan. Bukan untuk mengamankan satu pihak saja, melain semuanya. Selama aksi, pihaknya sudah melakukan koordinasi bersama Muspika, apabila tidak ada titik temu dan pemerintah terkait menyerahkan kepada polisi, maka pihak melakukan diskresi atau pengamanan.
“Untuk menghindari tindakan main hakim sendiri serta anarkis, modin akhirnya kami bawa ke mobil dan membawanya ke Polres Tulungagung. Pada saat modin masuk mobil, warga juga sempat mengejar,” paparnya.
Siswanto menabambahkan, saat ini untuk menjaga kondusifitas, pihaknya juga mengerahkan pasukan pengamanan di kantor desa hingga beberapa hari kemudian. Apabila kondisi sudah kondusif maka, pasukan akan ditarik kembali. (mj/ham)