Trenggalek, jurnalmataraman.com – Kasus persetubuhan yang melibatkan terdakwa Imam Safi’i alias Kyai Supar, seorang pendidik agama dan pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, kembali bergulir. Sidang tuntutan terhadap terdakwa digelar secara tertutup di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Trenggalek.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Kyai Supar dengan hukuman penjara selama 14 tahun. Tuntutan ini diajukan karena terdakwa terbukti membujuk anak untuk melakukan persetubuhan. Selain hukuman penjara, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.
JPU juga membacakan tuntutan ganti rugi atau restitusi kepada korban senilai Rp 247 Juta dengan subsider enam bulan penjara. Tuntutan ini diajukan sebagai bentuk pertanggungjawaban terdakwa atas tindakan yang telah merugikan korban secara fisik dan psikis.
Selama menjalani sidang, terdakwa dinilai kurang kooperatif. Kyai Supar masih enggan mengakui perbuatannya, meskipun hasil tes DNA menunjukkan kecocokan dengan anak korban. Hal ini membuat proses persidangan menjadi lebih kompleks.

Menurut Kasi Pidum Kejari Trenggalek, Yan Subiyono, sidang pledoi atau nota pembelaan dari kuasa hukum terdakwa dijadwalkan akan digelar pekan depan. Sidang ini menjadi momen penting bagi terdakwa untuk menyampaikan pembelaannya sebelum hakim menjatuhkan putusan akhir.
“Terdakwa Imam Safi’i Alias Supar dalam kondisi sehat dapat mengikuti persidangan, kemudian agenda persidangan hari ini yaitu pembacaan surat tuntutan CPU. Isi surat tuntutan tersebut yaitu terdakwa terbukti melakukan tindak pidana membujuk anak untuk melakukan persetubuhan yang dilakukan oleh pendidik,” ujar Yan Subiyono, Kasi Pidum Kejari Trenggalek.
Kyai Supar, yang merupakan pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Kampak, Trenggalek, diduga telah menyetubuhi santriwatinya hingga menyebabkan korban hamil. Kasus ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama mengingat posisi terdakwa sebagai seorang pendidik agama yang seharusnya menjadi panutan.
Masyarakat setempat berharap proses hukum berjalan transparan dan adil, serta memberikan perlindungan maksimal kepada korban. Kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi lembaga pendidikan, khususnya pondok pesantren, untuk lebih memperhatikan keamanan dan kesejahteraan santri.
Sidang pledoi yang akan digelar pekan depan diprediksi akan menjadi penentu nasib Kyai Supar. Masyarakat pun menanti keputusan hakim untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Editor : Fikri Fadhlul A.
Ikuti WhatsApp Channel JTV Kediri dan dapatkan informasi terbaru dengan klik link berikut s.id/jtvkediriwa