Tulungagung, Jurnalmataraman.com, Dua tahun proses hukum berjalan, kasus kucing mati diduga dicekoki ciu oleh terdakwa Ahmad Azam Ibadurrahman warga Desa Dukuh, Kecamatan Gondang, ternyata hanya divonis 3 bulan penjara oleh hakim, (11/2). Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penunut umum (JPU) dan lebih rendah dari ancam yang disangkakan.
Sidang putusan, yang menyeret Ahmad Azam Ibadurrahman terkait kasus kucing mati diduga kecekoki miras ciu digelar di ruang tirta, Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung pada 09.00 WIB.
Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung, Agung Tri Radityo mengatakan bahwa dalam sidang putusan, terdakwa divonis 3 bulan oleh majelis hakim dipotong masa tahanan yang sudah dijalani terdakwa. Artinya jika dikurangi masa tahanan, terdakwa hanya menjlani hukuman penjara tidak lebih dari dua bulan lagi.
“Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 5 bulan penjara. Dari putusan tersebut, hakim memberi waktu 7 hari kepada jaksa untuk pikir-pikir untuk memutuskan mengajukan banding atau menerima putusan hakim,” tuturnya.
Ketika hakim menjatuhkan vonis 3 bulan, terdakwa menerima dan tidak akan mengambil banding atas putusan hakim. Adapun yang memberatkan terdakwa adalah karena membuat situasi menjadi gaduh atas perbuatanya serta hal yang meringankan adalah terdakwa masih muda, menyesali dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya kembali.
“Saat ini terdakwa ditahan di Polsek Gondang,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Animal Defenders Indonesia (ADI), Doni Herdadu mengungkapkan bahwa pihaknya menyadari bahwa lamanya proses hukum atas kasus ini, disebabkan karena kasus yang berkaitan dengan hewan masih belum menjadi suatu kebutuhan primer, melainkan jauh berada dari kebutuhan tesier. Namun alangkah baiknya, proses hukum dapat diselesaikan tanpa waktu yang lama.
“Seperti proses pemberkasan dan pemeriksaan saksi seharusnya tidak perlu memakan waktu banyak,” ungkapnya.
Doni menambahkan, namun dengan adanya proses hukum terkait kasus kucing ciu di Tulungagung yang sudah diputus oleh mejelis hakim PN Tulungagung, pihaknya mengapresiasi. Pasalnya, Tulungagung menjadi daerah pertama yang menegakkan kasus terkait penyiksaan hewan dan konten kekerasan pada hewan. Hal ini akan menjadi tolak ukur penyelesaian kasus hal yang sama di Indonesia.
“Karena Indonesia menjadi penghasil konten kekerasan hewan nomor 1 di dunia, jauh melampaui Cina dan Amerika Serikat,” tambahnya.
Meskipun vonis hakim pada terdakwa jauh dari tuntutan jaksa yakni 5 bulan dan acaman hukuman 2 tahun atas perbuatan terdakwa. Namun vonis tersebut, sepenuhnya diserahkan pada hakim, setidaknya terdakwa bisa mendapatkan efek jera serta bisa memberikan gambaran kepada masyarakat untuk menghargai kehidupan hewan.
“Kami mencari efek jera. Apalagi terkait dengan animal abuse,” ujarnya.
Doni berpesan kepada semua masyarakat, bahwa ada UU perlindungan hewan. Tidak ada makhluk hidup yang ingin menderita. Maka jika tidak suka jangan menyakiti. Lebih baik hidup dengan sama-sama menghargai makhluk hidup. Sedangkan kepada aparat penegak hukum, jangan ragu-ragu dan bisa meningkatkan skill dalam menangani kasus semacam ini.
“Edukasi tentang UU perlindungan hewan adalah tugas bersama. Karena pandangan yang benar harus disampaikan,” pungkasnya.
Sekedar mengingatkan, pada Oktober 2019 lalu, beredar video yang memperlihatkan seseorang tengah memberikan cairam pada kucing berjenis perisa. Dalam video tersebut terdapat narasi jika cairan yang diberikan pada kucing persia itu adalah miras ciu.
Bahkan video tersebut memperlihatkan detik-detik matinya kucing persia setelah diberikan cairan tersebut. Video tersebut direkam oleh Ahmad Azam Ibadurrahman warga Desa Dukuh, Kecamatan Gondang.
Video tersebut lantas mendapatkan kecaman dari warga net dan pecinta hewan, hingga membuat video itu viral di media sosial. Akhirnya dari video tersebut Azam dilaporkan ke Polres Tulungagung. (mj/ham)