Tulungagung, jurnalmataraman.com – Masyarakat petani di Desa Ngrendeng, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung, menggelar ritual adat Miwiti Panen sebagai tanda dimulainya musim panen padi di wilayah mereka. Tradisi yang sarat makna ini rutin dilaksanakan tiga kali dalam setahun, setiap kali menjelang panen raya.
Rangkaian acara diawali dengan arak-arakan sesepuh desa, yang berjalan menuju lokasi panen dengan diiringi kesenian tradisional jaranan. Suasana khidmat namun meriah terasa di sepanjang prosesi, menunjukkan keharmonisan antara budaya lokal dan kehidupan agraris warga.
Setibanya di area persawahan, sesepuh desa memanjatkan doa sebagai bentuk permohonan keselamatan dan keberkahan panen. Dalam ritual ini, sesepuh juga melakukan pemetikan simbolis padi laki-laki dan perempuan, yang dipercaya memiliki ciri khas tersendiri.
“Tangkai padi laki-laki melengkung ke arah kanan, sedangkan padi perempuan melengkung ke kiri,” jelas salah satu sesepuh desa saat prosesi berlangsung. Padi-padi tersebut kemudian diletakkan di bawah patung Kaki Sedono dan Nini Sedono, tokoh spiritual dalam tradisi agraris Jawa yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran.
Kepala Desa Ngrendeng, Nurjiman, mengatakan bahwa Miwiti Panen merupakan bentuk rasa syukur para petani atas hasil panen yang diperoleh. “Ritual ini adalah tradisi turun-temurun yang kami jaga. Selain bentuk syukur, ini juga doa agar hasil panen ke depan bisa lebih baik lagi,” ujar Nurjiman, Rabu (16/04).
Ritual ditutup dengan acara selamatan yang dipimpin oleh sesepuh desa. Warga berkumpul bersama, menyantap hidangan hasil bumi dan berdoa bersama demi kesuburan tanah serta kelancaran panen mendatang.
Miwiti Panen bukan hanya kegiatan spiritual, namun juga menjadi momentum pelestarian budaya lokal dan penguat kebersamaan masyarakat desa. Di tengah modernisasi, tradisi ini tetap hidup sebagai bagian dari identitas dan kearifan lokal masyarakat Tulungagung.
(editor : Trias M.A)