Blitar, jurnalmataraman.com – Ibu Lut, seorang warga Desa Ngoran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, telah menjadi contoh keberhasilan dalam mengolah air nira menjadi gula kelapa. Selama 30 tahun terakhir, ibu tiga anak ini memproduksi gula kelapa dengan cara tradisional, menggunakan tungku berbahan bakar kayu, yang menjadi ciri khasnya.
Proses pembuatan gula kelapa dimulai dengan merebus air nira atau legen, yang memerlukan waktu hingga tujuh jam untuk mengubahnya menjadi gula padat. Ibu Lut biasanya memulai kegiatan ini pukul tujuh pagi dan selesai sekitar pukul dua siang.
Dengan pengalaman yang diperoleh dari orang tuanya puluhan tahun lalu, Ibu Lut kini memiliki 20 pohon kelapa yang aktif memproduksi air nira. Saat ini, ia hanya mampu memproduksi gula kelapa setiap delapan hari sekali. Hal ini disebabkan oleh kesulitan dalam mencari tenaga pemanjat pohon kelapa untuk menderes nira. Para pemilik pohon kelapa juga harus berbagi nira untuk bahan baku produksi dengan penderes, yang biasanya menerima upah dalam bentuk nira.
“Sudah 10 tahun sampai sekarang berjualan gula kelapa, memproduksi gula kelapa untuk mendapatkan hasil, dulu banyak warga yang juga memproduksi tetapi sekarang berkurang dikarenakan sulit untuk mencari orang yang beres-beres, sekarang tinggal sepuluh orang yang masih memproduksi, kalau dulu hampir semua orang,” ucap Ibu Lut, Produsen Gula Kelapa
Dalam sekali produksi, Ibu Lut mampu menghasilkan sekitar 15 kilogram gula kelapa. Gula yang dihasilkan kemudian dijual kepada pengumpul dengan harga 18.000 rupiah per kilogram.
Dengan dedikasi dan keahlian yang dimiliki, Ibu Lut terus melestarikan tradisi pembuatan gula kelapa, sambil menghadapi tantangan yang ada di sektor pertanian tradisional ini.
Penulis: Qithfirul Aziz
Editor: Khania Nadin
Ikuti WhatsApp Channel JTV Kediri dan dapatkan informasi terbaru dengan klik link berikut s.id/jtvkediriwa