Tulungagung, jurnalmataraman.com – Tradisi jamasan pusaka tombak kiai Upas di gelar pada Jumat pagi diawali dengan kirab air suci dari sembilan mata air di wiilayah Tulungagung yang selanjutnya diserahkan kepada PJ Bupati Tulungagung untuk manfaatkan sebagai prosesi jamasan.
Pusaka yang telah ada sejak Tahun 1800-an ini dikeluarkan dari Lokasi penyimpanan oleh Bupati dan para Tokoh masyarakat di Tulungagung. Selanjutnya dilakukan proses Penjamasan Pusaka oleh tokoh adat setempat.
Upacara adat jamasan rutin digelar setahun sekali atau setiap Bulan Suro dalam penanggalan Jawa.
“Prosesi jamasan kyai upas, dan ini terbukti di hamper setiap tahun waktu bulan suro, menurut say aini adalah bagian dari kita semua memelihara apa yang diwariskan oleh para leluhur, kami sebagai penerus dari kabupaten ada kewajiban dan memelihara ini sebagai sebuah warisan. ‘’ungkap Heru Suseno PJ ( Bupati Tulungagung ).
Dalam kisahnya pusaka kiai upas awalnya merupakan milik Ki Wonoboyo seorang tokoh yang di kenal sakti di wilayah Selatan Jawa Timur, kemudian pusaka ini diwariskan kepada anaknya Ki Ajar Mangir, lalu pusaka ini diserahkan kepada salah satu Adipati Ngrowo atau Tulungagung hingga saat ini tombak kyai upas ini di taruh di tempat khusus serta di lakukan penjamasan setiap Suro oleh Pemerintah Tulungagung bersama warga.
Dulu pusaka kiai upas dipercaya memiliki kesaktian luar biasa, konon pada masa perjuangan mampu menghalau pasukan belanda masuk ke wilayah Tulungagung. (bon/fit)