
Blitar Jurnal Mataraman.com : Belum lama ini Desa Ponggok Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar memiliki ruang terbuka hijau baru di pusat pemerintahan desa yang diberi nama Taman Pecut. Persis berada disamping pendopo desa Ponggok taman ini berdiri sebuah monumen ikonik berbentuk cambuk yang diabadikan dari legenda Pecut Kyai Samandiman. Konon pecut itu dikenal sangat sakti bisa membelah aliran terjangan lahar Gunung Kelud.
Tasyakuran berdirinya patung berbentuk tangan memegang pecut di Taman Pecut Desa Ponggok digelar pada selasa ( 31/01/2023) di hadiri oleh Muspika Ponggok bersama aparatur pemerintah desa, Tokoh dan sesepuh masyarakat serta pemerhati sejarah dan budaya. Supono Kepala Desa Ponggok Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar mengungkapkan pembangunan monumen taman pecut memang untuk mengabadikan legenda Pecut Samandiman , sejarahnya milik oleh Kyai Samandiman yang diyakini makamnya berada di desa Ponggok.
” Ya berdirinya monumen pecut merupakan inisiatif perangkat desa dan warga masyarakat. Selain melestarikan sejarah dengan dibangunnya monument ikonik berbentuk cambuk di taman pecut ini bisa menjadi tempat wisata baru bagi masyarakat,” kata supono. Lanjut Supono rencananya menurut Supono taman pecut ini akan dipercantik lagi dengan beraneka warna lampu supaya warga bisa menikmati susana malam dan bisa menjadi hiburan bagi warga masyarakat ponggok dan sekitarnya.”sambungnya

Pecut Samandiman sendiri memang pusaka yang terkenal menyimpan kesaktian. Pecut Samandiman juga diperkenalkan dalam kesenian Reog, terutama Reog Ponorogo. Uniknya, Pecut Samandiman tidak diayunan langsung mengenai obyeknya, namun dipecutkan ke tanah, termasuk dalam pagelaran Reyog yang sering kita saksikan. Cerita pecut samandiman banyak versi, bisa ditemukan di Ponorogo,Kediri dan Blitar. Pecut Samandiman di Ponorogo adalah pusaka berupa cambuk yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur yang dimiliki oleh Raja Klono Sewandono serta memiliki kesaktian untuk mengalahkan lawannya, Singo Barong.
Semua bermula Pasukan Kerajaan Bantarangin dipukul mundur oleh raja Singo Barong dari Kerajaan Lodaya, termasuk raja Klono Sewandono kewalahan mengahadapi raja Singo Barong karena merupakan Senior dalam perguruan ketika di Wengker. Karena Raja Singo Barong tidak melanjutkan hingga lulus dalam perguruan dan memilih mengembara dan mendirikan kerajaan Lodaya sehingga tidak memiliki senjata khas Warok, berupa tali Kolor. Raja Klono Sewandono ingat akan pesan guru, bila berhadapan dengan lawan yang masih satu perguruan maka dapat dikalahkan dengan senjata pusaka tali Kolor.
Dalam peperangan raja Klono Sewandono hampir kalah, kemudian mencambuk raja Singo Barong menggunakan pusaka tali Kolor yang terdapat berbagai banyak jimat untaian benang dalam bentuk cambuk menyebabkan raja Singo Barong kalah tak berdaya.
Menurut folkore (ilmu pengetahuan yang mengulas serta membahas mengenai kebudayaan ) Pecut yang bernama Kiai Samandiman diperoleh raja Klono Sewandono setelah bertapa di Gunung Lawu, disana raja Klono Sewandono memperoleh cambuk Samandiman dan Kuda kembar untuk tunggangan Gemblak yang akan dipertunjukan ke kerajaan Daha sebagai salah satu syarat sayembara untuk mendapatkan Putri Songgo Langit. Kemudian, Pecut Samandiman digunakan properti dari tari Reog Ponorogo dan Pusaka Jawa Timur dari Ponorogo
Sementara itu Pecut Samandiman di Kediri merupakan pecut Samandiman dalam bentuk lemas dan panjang berasal dari Ponorogo yang digunakan juga oleh seniman Jaranan Kediri, karena sudah terlalu sering dan lama menggunakan pecut ini pihak Seniman Kediri mengaggap berhak memiliki juga, karena bagi Seniman setempat Jaranan Kediri dikaitkan dengan Reog Ponorogo.
Padahal Seniman Jaranan di Kediri mengenal Jaranan dari Tulungagung yang merupakan kesenian yang diciptakan mantan seniman reog yang kalah Tempuk Yakni Jaranan Thek.
Pada Tahun 2014 diadakan acara 1.000 Barong di Simpang Lima Gumul Kediri yang diawali pembukaan dengan atraksi pecut oleh komunitas Pasjar dengan mengenakan pakaian adat pria Ponorogo, kegiatan ini menjadi acara tahunan yang selalu menampilkan Pecut Samandiman yang melahirkan pula komunitas Pecut Samandiman yang mengenakan Penadon (pakaian adat Ponorogo).

Misi Komunitas Pecut Samandiman ini selain pelestarian pecut juga menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan cara merubah sejarah bahwa Pecut Samandiman yang berasal dari Ponorogo menjadi milik Kediri.
Sedangkan Pecut Samandiman di Blitar merupakan Pecut yang dimiliki Bupati Blitar ke-3 Kanjeng Pangeran Sosrohadinegoro yang menjabat dari 1915-1918. Mitosnya, ketika lahar Kelud datang dari arah utara mengalir menuju pendopo, pecut Samandima lalu dilecutkan. Suaranya menggelegar sampai angkasa dan aliran lahar bisa menyibak terbelah menjadi dua dengan sendirinya. Maka keturunan pengikut Pangeran Diponegoro yang berasal dari Ponorogo tinggal di Blitar menyebutnya seperti pecut Samandiman. sehingga pecut milik Bupati dikenal dengan sebutan Pecut Samandiman. Tetapi dengan berjalannya waktu pecut milik Bupati Blitar tersebut Hilang.
Sementara itu menurut seorang Budayawan Iwan Susanto yang akrab di sapa Gus Iwan asal Blitar bahwa Pecut Samandiman merupakan pusaka sakti milik Kyai Samandiman yang kini keberadaanya makanya di desa Ponggok Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar.
”Dengan diabadikannya dalam bentuk monumen cambuk tersebut saya merasa senang dan terima kasih karena masyarakat akan lebih mengenal tentang legenda pecut samandiman.” Tuturnya.
Iwan Susanto berharap dengan berdirinya monumen pecut Samandiman sekaligus taman pecut di samping pusat pemerintahan desa Ponggok ini tidak hanya sekedar menjdi icon desa wisata akan tetapi untuk mengenalkan legenda pecut samandiman itu sendiri kepada masyarakat luas ( Asf)