Blitar, jurnalmataraman.com – Suasana khidmat menyelimuti Kirab Tumpeng Agung yang digelar di kawasan Candi Palah Penataran, Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, pada Jumat (27/6). Meskipun sempat diguyur hujan cukup deras, prosesi kirab yang digelar dalam rangka peringatan 1 Suro ini tetap berlangsung sakral dan penuh makna.
Kirab Tumpeng Agung merupakan agenda tahunan yang rutin diselenggarakan setiap memasuki tahun baru dalam penanggalan Jawa. Kegiatan ini menjadi wujud syukur kepada Sang Maha Kuasa sekaligus napak tilas nilai-nilai spiritual dan budaya warisan leluhur, khususnya di masa kejayaan Majapahit.
Ratusan peserta yang terdiri dari tokoh masyarakat, budayawan, hingga pelajar turut mengiringi kirab. Prosesi dimulai dari Situs Bale Kambang, lokasi yang diyakini sebagai tempat penempaan para kesatria Majapahit, kemudian berjalan kaki sejauh dua kilometer menuju kompleks Candi Palah Penataran, sambil membawa tumpeng agung hasil bumi sebagai simbol kemakmuran dan keberkahan.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Kirab Tumpeng Agung Nusantara ke-14 kali ini juga dihadiri oleh para raja dari Perkumpulan Diraja Nusantara. Meski hujan mengguyur sepanjang perjalanan, para tamu kehormatan tetap melanjutkan prosesi kirab dengan penuh semangat dan rasa hormat terhadap tradisi.
“Hujan justru menjadi berkah dalam prosesi ini. Kirab tetap berlangsung khidmat dan menjadi pengingat bahwa kita harus senantiasa bersyukur atas anugerah alam,” ujar Aris Sugito, Ketua Lembaga Pelestari dan Pengembangan Budaya Nusantara (LP2BN) Blitar.
Setibanya di pelataran utama Candi Palah, rombongan kirab mengelilingi bangunan induk sebagai simbol penghormatan terhadap warisan leluhur. Selanjutnya, para sesepuh adat dan rohaniawan melakukan ritual doa di puncak candi untuk memohon keberkahan dan keselamatan bagi masyarakat luas.
Prof. Tampubolon, salah satu perwakilan kerajaan yang hadir dalam acara tersebut, menyampaikan apresiasi atas pelestarian budaya lokal yang masih dijaga dengan baik.
“Tradisi ini tidak hanya mengandung nilai spiritual, tapi juga mempererat tali persaudaraan antardaerah dan antarkerajaan di Nusantara,” ucapnya.
( editor : Rio & Trias M.A )