Kediri, jurnalmataraman.com – Menjelang Hari Raya Idul Adha, di balik semangat berkurban yang kental terasa di tengah masyarakat, terdapat rangkaian proses manajerial yang tidak sederhana. Bagi sebagian orang, pelaksanaan ibadah kurban mungkin terlihat hanya sebatas menyembelih hewan dan membagikan daging. Namun, kenyataannya, hal ini membutuhkan koordinasi, kesiapan logistik, serta kesadaran sosial yang tinggi, terutama di tingkat lingkungan seperti masjid-masjid kelurahan.
Salah satu contoh pengelolaan kurban yang matang dapat dilihat di lingkungan Masjid Al-Amin, Desa Sukorejo Kec.Ngasem. Disana, panitia kurban telah bekerja sejak sebulan sebelum hari-H. Menurut Suef, ketua panitia kurban masjid tersebut, tahap pertama dimulai dari pembentukan tim kerja.
“Kami tidak bisa kerja mendadak. Sekitar empat minggu sebelumnya, kami sudah mulai rapat dan mendata siapa saja yang mau berkurban dan siapa yang berhak menerima. Kami ingin semuanya tertib dan adil,” ujar Suef.
Setelah pembentukan panitia, kegiatan dilanjutkan dengan penggalangan dana, baik melalui iuran patungan maupun donasi dari warga yang hendak berkurban. Pemilihan hewan kurban juga dilakukan secara teliti. Suef menekankan bahwa panitia sangat memperhatikan aspek syariat dan kesehatan hewan.
“Kami pastikan hewan sudah poel, artinya giginya sudah berganti, karena itu syarat sah. Selain itu, hewan tidak boleh sakit dan harus terlihat sehat. Kami juga perhatikan kesejahteraan hewan, tidak boleh stres sebelum disembelih,” jelasnya.
Panitia menyediakan kandang sementara yang dibatasi dengan sekat agar hewan tidak melihat proses penyembelihan yang dilakukan secara profesional. Penyembelih merupakan tenaga ahli dari kalangan takmir masjid yang memang telah berpengalaman.
Fasilitas penyembelihan yang digunakan pun telah disiapkan jauh-jauh hari. Area ini dirancang untuk meminimalkan risiko kecelakaan kerja serta memastikan higienitas proses. Alat-alat seperti pisau khusus, sarung tangan, hingga plastik pembungkus daging tersedia dalam jumlah cukup.
Untuk proses distribusi daging, panitia menjalin kerja sama erat dengan ketua RT dan RW. Wilayah pembagian dipetakan bersama-sama agar tidak terjadi dobel penerima.
“Kami juga koordinasi dengan masjid sekitar supaya pembagian merata. Jangan sampai satu keluarga dapat dua kali, sementara yang lain tidak kebagian,” tutur Suef.
Tak hanya fokus pada pelaksanaan kurban, panitia juga menunjukkan tanggung jawab terhadap lingkungan. Tim khusus dibentuk untuk mengelola limbah sisa penyembelihan, seperti darah dan jeroan, yang dibuang ke tempat pembuangan khusus agar tidak mencemari lingkungan.
Dengan manajemen yang rapi, gotong royong yang kuat, serta perhatian terhadap syariat dan kebersihan, pelaksanaan kurban di lingkungan Masjid Al-Amin bisa menjadi contoh baik bagi daerah lain. Idul Adha bukan sekadar ritual tahunan, tetapi momentum menumbuhkan solidaritas sosial dan kedisiplinan kolektif.
“Kurban itu bukan cuma ibadah pribadi. Ini ibadah sosial. Semangatnya berbagi, dan kami ingin semangat itu terasa sampai ke yang paling membutuhkan,” pungkas Suef.
( Penulis : Dimas,Ryan,Nando )
