Tulungagung, Jurnalmataraman.com, Aktivitas penambangan pasir ilegal di Sungai Brantas Tulungagung kian masif dan langgeng. Bahkan pelaku penambang pasir ilegal mengerahkan puluhan alat disel sedot serta excavator untuk mengeksploitasi pasir.
Juru Kampanye Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, Munif Rodaim mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan susur Sungai Brantas yang dilakukan pada Desember 2021 hingga Januari 2022 bersama Perum Jasa Tirta (PJT) menemui fakta yang mengejutkan. Bahwa sepanjang kurang lebih 40 Kilometer (Km) Sungai Brantas di Tulungagung ditemui aktivitas penambangan pasir ilegal.
“Kami menemukan ada 41 disel sedot pasir, tiga excavator, 49 unit truk dan sebanyak 173 pekerja di 15 titik penambangan pasir ilegal di Sungai Brantas,” tuturnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Deputi Program, PPLH Mangkubumi itu menjelaskan, 15 titik penambangan pasir ilegal diperkirakan telah berlangsung sejak lama. Untuk penggunaan alat disel penyedot pasir sendiri digunakan sejak tahun 2000.
“Pemantauan dilakukan dari Kecamatan Rejotangan hingga Kecamatan Karangrejo. Kami juga menemukan dampak kerusakan dari aktivitas penambangan pasir ilegal,” jelasnya.
Munif mengungkapkan, ada tiga dampak dari aktivitas penambangan pasir ilegal di Sungai Brantas Tulungagung. Seperti sempadan sungai yang berfungsi sengai pelindung sungai tergerus, terjadinya erosi dan longsor pada tebing sungai serta batas sempadan sungai terus bergerak melebar ke tanah milik warga.
“Dampak penambangan pasir ilegal di Sungai Brantas adalah merusak ekosistem sungai,” ungkapnya.
Oleh karena itu, PPlH Mangkubumi menuntut penegak hukum untuk segera menghentikan kegiatan penambangan pasir ilegal di Sungai Brantas Tulungagung. Agar dampak kerusakan tidak meluas. Selain itu, Pemkab Tulungagung harus melakukan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat pinggir Sungai Brantas melalui kegiatan penguatan ekonomi di luar sempadan.
“Ini dimaksudkan agar mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penambangan pasir ilegal di Sungai Brantas. Kami juga mendesak penegak hukum untuk segera menindak aktor utama dan pemodal yang selama ini menjadi pemain kunci dalam penambangan pasir ilegal di Sungai Brantas Tulungagung,” ujarnya.
Munif juga menambahkan, sebagai upaya recovery lubang bekas galian pasir penambangan ilegal harus dilakukan penataan dan konservasi pemulihan lingkungan.
“Di Desa Buntaran, Kecamatan Rejotangan, kami bersama kelompok masyarakat melakukan pemulihan bekas galian tambang seluas 50 x 100 meter. Dengan cara penanaman pohon disekitar lubang galian serta memanfaatkan untuk wisata pemancingan. Hal ini bertujuan untuk pemulihan lingkungan juga bisa memberikan nilai tambah ekonomis masyarakat sekitar,” pungkasnya. (mj/ham)