Tulungagung, jurnalmataraman.com, Dalam rentang waktu 10 bulan terakhir, banyak kasus kekerasan pada anak di Tulungagung terjadi. Kasus kekerasan pada anak tersebut didominasi kasus kekerasan fisik dan pelecehan seksual.
Kepala UPTD Dinas Keluarga Berencana, Perlindungan Perempuan, dan Perlindungan Anak (KB PPPA) Kabupaten Tulungagung, Dwi Yanuarti mengatakan, terhitunh sejak bulan Januari 2023 hingga Oktober 2023 terdapat 51 kasus kekerasan pada anak di Tulungagung.
Adapun rincian kasus tersebut antara lain, kekerasan fisik sebanyak 14 kasus, kekerasan psikis 6 kasus, penelantaran 5 kasus, pelecehan seksual 14 kasus, TPPO 1 kasus dan 11 kasus lainnya.
“Dari puluhan kasus itu, terbanyak merupakan kasus kekerasan fisik pada anak dan kasus pelecehan seksual pada anak,” katanya.
Sementara pada tahun 2022 lalu, total ada 75 kasus kekerasan pada anak dengan rincian, kekerasan fisik 33 kasus, kekerasan psikis 10 kasus, kekerasan seksual 22 kasus, eksploitasi ada 1 kasus, human traficking 2 kasus, penelantaran 6 kasus, dan 1 kasus lainnya.
Mirisnya, kasus kekerasan fisik merupakan kasus diversi anak atau pengeroyokan, sedangkan kasus kekerasan seksual berupa pemerkosaan hingga pencabulan. Temuan kasus itu merata di seluruh wilayah Tulungagung.
“Semua kasus kami tangani terutama pada kasus kekerasan fisik karena anak-anak yang terlibat ini berhadapan dengan hukum karena aksi pengeroyokan,” imbuh Dwi Yanuarti.
Perempuan berkacamata ini menjelaskan, dalam penanganan kasus pihaknya akan melakukan koordinasi dengan para amitra dengan tujuan untuk melakukan penjangkauan kasus terhadap pelaku dan korban.
“Kami harus berkoodinasi dengan semua stakeholder yang menjadi mitra kami. Selain itu, kalau korban perlu tempat aman, kami akan berkoordinasi untuk menyediakan hal itu kepada korban,” jelasnya.
Kendati demikian, Dwi Yanuarti mengungkapkan, dampak traumatis yang dialami korban sewaktu-waktu bisa muncul kembali, sehingga perlu rutin dilakukan monitoring secara berkala.
Mengingat mayoritas korban mengalami traumatis terutama korban kekerasan fisik dan korban pelecehan seksual. Apalagi faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak itu dari keluarga atau orang terdekat.
“Saat ini kondisi para korban sudah berangsur membaik meski belum 100 persen normal. Prioritas utama kami supaya para korban ini bisa pulih dari traumanya,” pungkasnya. (rga/mj)