Tulungagung, Jurnalmataraman.com- Asosiasi petani tembakau Indonesia,apti, Jawa Timur, menilai kebijakan pemerintah yang terus menaikkan cukai, mengancam keberlangsungan petani tembakau. Akibat kenaikan cukai yang terus terjadi, permintaan tembakau oleh pabrik rokok juga terus menurun. Apti meminta agar pemerintah, lebih berpihak pada petani tembakau dalam kebijakannya.
Tahun 2023 kemarin seharunya menjadi tahun yang membahagiakan bagi petani tembakau di Tulungagung. Pada musim tembakau tahun tersebut, harga tembakau cukup tinggi sehingga menguntungkan para petani. Harga tembakau di tahun 2023 merupakan harga tertinggi dalam setidaknya 5 tahun terakhir, bahkan tembakau dengan kualitas paling rendah laku terjual 90 ribu rupiah perkilogram.
Namun sayang petani tak banyak yang bisa menikmatinya, karena permintaan tembakau dari pabrik yang terus menurun, dan di picu karena banyak petani yang gagal panen, akibat lanina, di dua musim tanam sebelumnya.
Wakil ketua Apti Jawa Timur, Muhardiono, mengatakan, selain dipengaruhi oleh musim, harga tembakau sangat dipengaruhi besar kecilnya penyerapan pabrik rokok, oleh karena itu Apti berharap, kebijakan pemerintah berpihak pada petani tembakau. Kebijakan pemerintah yang terus menaikkan cukai rokok, sangat mengancam keberlangsungan petani tembakau. Jika harga rokok semakin mahal, maka permintaan rokok semakin turun, sehingga penyerapan tembakau dari petani oleh pabrik rokok juga turun, karena produksi rokok yang ikut menurun.
“Sembako ini memang persuatif sih tapi bisa dipastikan kaau tahun ini segini, tahun ini nggak dan tergantung pasang dan tergantung iklim juga.” ucap: Muhardiono.
Jenis tembakau yang ditanam para petani di Tulungagung, adalah varietas gagang rejeb sidi. Jenis tembakau di Tulungagung ini, tidak memiliki citarasa yang khas, dan menghasilkan rasa yang berbeda-beda. Produk tembakau asal Tulungagung berkualitas menengah, dan diminati oleh pabrik rokok kelas menengah.(bon/kan)